Minggu, 17 April 2011

Menembus Benteng Karang Guam

      Secara geografis Guam merupakan pulau terbesar dari jajaran Kepulauan Mariana. Pulau sepanjang 48 km dan lebar 14 km ini masuk dalam jajahan AS setelah direbut dari Spanyol pada 1898. Jepang sendiri dapat dengan mudah menduduki Guam tak lama setelah serangan ke Pearl Harbor dilancarkan, Desember 1941. Sampai menjelang 1944, bisa dibilang Jepang tak membangun sistem partahanan yang begitu kuat seperti di Saipan. Kondisi ini mulai berubah tatkala AS mulai mendepak posisi jepang dari kepulauan di Pasifik satu demi satu. Guam menjadi salah satu pulau yang diisi garnisun Jepang dalam jumlah besar.

Peta serangan AS di Pulau Guam 
      Bagi AS, Guam menjadi salah satu target yang harus dikuasai kembali. Ada dua alasan yang mendasarinya. Pertama pulau ini memiliki sejumlah lapangan terbang yang secara teknis dianggap mampu menampung raksasa AS, B-29 Superfortress. Kedua, Guam memiliki pelabuhan laut dalam (deep harbor) yang terletak di Semenanjung Apra. Secara teknis pelabuhan model begini bisa dipakai untuk sandar kapal-kapal perang bertonase besar. Dengan dua aset tadi maka Guam memiliki nilai strategis sebagai pangkalan aju bagi unsur udara dan laut AS yang bakal bergerak ke arah Filipina dan Formosa (sekarang Taiwan).
     

Jumat, 15 April 2011

Merebut Tinian

      Keberhasilan merebut Saipan memberi kesempatan Marinir untuk berisitirahat sejenak dan melakukan reorganisasi di pulau itu. Kondisi"damai" ini cuma berlangsung tak lebih dari dua minggu sebelum akhirnya para petinggi Marinir memutuskan untuk kembali mengerakkan personelnya untuk menguasai wilayah yang terletak tepat di seberang Saipan. Keduanya cuma dipisahkan oleh Selat Saipan selebar 5,6 km yang terletak di sisi selatan Saipan.


Letak Pulau Tinian yang berseberangan dengan Saipan 
      Pulau Tinian, itulah target AS berikutnya setelah Saipan jatuh. Seperti sebelum-sebelumnya, AS tertarik menguasai Tinian lantaran di pulau ini terdapat banyak lapangan terbang (airfield). Tercatat di sini terdapat empat airfield yang layak pakai dan secara teknis bisa dipakai untuk menampung armada bomber AS. Setiap lapangan terbang diberi nama berdasarkan nomor. Dimulai dari posisi paling utara yaitu Airfield Number 1 dan berturut-turut ke arah Selatan adalah Airfield Number 2, 3, dan 4.
      Kondisi geografis yang cukup unik antara pangkalan aju dengan sasaran ini mau tak mau memicu AS untuk menggelar operasi amfibi lain daripada yang lain. Selain memakai meriam-meriam kapal untuk memperlemah posisi pertahanan serbuan juga didukung oleh tembakan artileri-artileri medan. Meriam-meriam yang merupakan gabungan antara satuan artileri Marinir dan AD AS ini ditempatkan di wilayah Cape Obiam, Barat Daya Saipan.

Tragedi Penduduk Sipil Saipan

      Walaupun tanggal 9 Juli, Pulau Saipan sudah dinyatakan aman, tetapi horor di Saipan masih berlanjut. Di ujung utara pulau yang pantainya curam berbatu-batu karang, ratusan penduduk sipil Jepang bergabung dengan sejumlah kecil sisa prajurit Jepang melakukan bunuh diri massal. Pengeras suara dari penerjemah pasukan AS menyatakan mereka akan dijamin keselamatannya dan diharapkan kembali ke tempat masing-masing. Namun seruan dan imbauan itu tidak dihiraukan. Mereka telah termakan propaganda Jepang selama ini, bahwa jika kalah mereka akan "dimakan" oleh orang AS.

Seorang prajurit Marinir berbicara dengan wanita Chamoro bersama 
anak-anaknya yang ketakutan dalam pelarian 

      Pemandangan yang mengerikan sekaligus memilukan tampak di depan mata. Orang tua melemparkan bayi dan anak-anak mereka dari atas tebing curam ke laut, lalu menyusul terjun. Banyak keluarga yang sengaja menenggelamkan diri sendiri. Ada pula sejumlah orang yang melakukan ritual, dengan membungkukkan badan ke arah pasukan AS yang berada jauh di seberang tebing. Kemudian mereka membersihkan badan, berganti pakaian bersih, menggelar bendera Jepang di batu karang. Selesai ini seseorang membagikan sesuatu yang ternyata granat tangan. Setiap orang membuka kuncinya, lalu mendekapkan granat ke perut masing-masing sampai meledak.

Beberapa warga sipil Saipan yang berhasil diselamatkan oleh pasukan Marinir 
      Seorang penembak runduk (sniper) Jepang yang tadinya menembaki pasukan Marinir, rupanya melihat sekeluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan empat anaknya kebingungan. Maka senapannya ia arahkan ke ayah tadi. Tembakan tepat mengenai punggungnya, dan iapun terdorong jatuh ke laut. Istrinya menyusul terkena tembakan, terkapar dalam genangan darahnya. Keempat anak yang juga dibidik, sempat diselamatkan oleh seorang wanita yang menarik mereka ke balik batu karang. Penembak itu seolah seperti pahlawan keluar dari gua persembunyiannya, dan langsung dihujani ratusan peluru AS.

     

Selasa, 12 April 2011

Jatuhnya Saipan

      Tetapi Saipan bukanlah seluruhnya terdiri dari pulau yang datar dan mudah ditempuh. Kontur pulau seluas 122 kilometer persegi ini banyak berbukit-bukit dengan berpuncak pada Gunung Tagpochau yang tingginya sekitar 460 meter. Di kawasan timur dan utara pulau tidak ada pantai datar, karena merupakan dinding terjal dan tinggi yang langsung membatasi pulau ini dengan laut.

 Letak Pulau Saipan di Kepulauan Mikronesia
       Tanah yang datar terdapat di bagian barat dan selatan, umumnya dimanfaatkan untuk perkebunan tebu. Pulau ini panjangnya 23 km dengan kelebaran maksimal hampir sembilan kilometer. Karena kontur yang cukup bergelombang itu, tidaklah mengherankan apabila pasukan penyerbu tidak mudah menguasai pulau ini. Jengkal demi jengkal, harus direbut dengan keringat dan darah. Setelah bertempur sengit selama delapan hari, barulah bagian bawah atau selatan dari pulau ini berhasil dikuasai pasukan Marinir.

Senin, 11 April 2011

Kekalahan Armada Ozawa

      Sebuah armada Jepang yang kuat pimpinan Laksamana Madya Jisaburo Ozawa tengah bergerak menuju Kepulauan Mariana dari pangkalan sementaranya di Tawi-tawi, pulau di lepas pantai timur laut Kalimantan yang termasuk dalam Kepulauan Sulu, Filipina. Armada ini diperintahkan ke utara karena Jepang telah mengendus bahwa serbuan AS terhadap Mariana pasti sgera terjadi. Pimpinan AL Jepang mengantisipasi akan terjadinya "pertempuran yang menentukan", karena dalam menginvasi Mariana, AS pun mengerahkan kekuatan lautnya secara penuh.
      Ikut bergabung dengan armada Ozawa adalah dua kapal tempur kembar terbesar dan terbaru Jepang, Yamato dan Musashi (68.000ton), yang sebelumnya disiapkan untuk berlayar ke perairan Biak di Papua, guna membantu posisi Jepang di sana yang digempur Jenderal Mac Arthur. Di dalam armada ini terdapat pula sembilan kapal induk, termasuk Taiho, yang merupakan kapal bendera armada ini. Kapal-kapal induk ini membawa 430 pesawat tempur. Selain itu ada beberapa kapal tempur lain, 13 penjelajah, dan 28 kapal perusak ikut dalam armada ini.
 Laksamana Jisaburo Ozawa

Sabtu, 09 April 2011

Kemenangan atas Kwajalein dan Eniwetok


      1 Februari 1944, Pasukan dari 7th Army Division yang ditugaskan menguasai Kwajalein di ujung Selatan atol, masih bertempur untuk menghabisi pasukan Jepang yang bertahan. Tentara AD yang lebih berhati-hati dalam gerakannya baru dapat menguasai pulau ini  pada 4 februari. Dalam operasi ini,pasukan AD dibantu tembakan meriam kapal perang dari jarak dekat, hanya beberapa ratus meter dari pantai. Di pulau ini Jepang membangun landasan untuk pesawat pengebom, namun belum sempat dirampungkan. Sekitar 450 km Tenggara Atol Kwajalein, terdapat Atol Majuro yang tidak dipertahankan Jepang. Padahal laguna atol ini yang panjangnya 40 km dengan lebar hampir 10 km, ideal untuk dijadikan pangkalan AL. Karena itulah AS langsung memanfaatkannya sebagai pangkalan terdepan bagi satuan armada kapal induk cepatnya pimpinan Laksda Marc Mitscher.
 Pasukan dari 7th Army Division mendarat di Pantai Atol Kwajalein

      Dengan dikuasai Atol Kwajalein, maka pertempuran di kepulauan Marshall bagian tengah berakhir sudah. Meskipun pertempuran ini memakan waktu lebih lama daripada di Tarawa dan Makin, namun jumlah korban tewas di pihak pasukan Amerika lebih sedikit. Jika di Tarawa lebih dari 1.000 pasukan Marinir terbunuh, maka perebutan Atol Kwajalein memakan korban 372 pasukan Amerika tewas dari sekitar 41.000 pasukan yang dikerahkan merebut Atol Kwajalein. Padahal perlawanan Jepang di Kwajalein tak kalah sengitnya dengan lebih dari 7.500 pasukannya tewas. Hanya sekitar 100 tentara Jepang yang membiarkan diri tertawan, ditambah 165 orang Korea.

Pendaratan di Roi-Namur

      Pendaratan di pantai Roi tidak menemui banyak perlawanan dari Jepang. Selain akibat bombardermen berhari-hari sebelumnya, ternyata kekuatan pasukan Jepang tidaklah sebesar yang diperkirakan semula. Pasukan Marinir dengan cepat mendaratkan tank-tank ringan dan medium untuk mendukung serbuan ini. Amtrac yang mendaratkan Marinir ke pantai, juga ikut menerjang masuk ke daratan karena kini telah dipersenjatai dengan meriam dan senapan mesin.
      Selalipun begitu,pasukan infanteri Marinir bersikap hati-hati dalam gerak majunya, sehingga seringkali tank maupun amtrac yang merangsek maju tidak atau kurang memperoleh perlindungan infanteri. Sehingga menimbulkan kesan mereka gegabah dan kurang berkoordinasi. Para perwirapun memang acap kehilangan kontrol terhadap pasukannya. Barulah menjelang sore mereka berhasil kembali mengendalikan tank-tank mereka yang terlalu jauh meninggalkan satuan infanterinya. Perlawanan terorganisasi dari pasukan Jepang di kawasan pantai berhasil dilumpuhkan, sehingga petang hari itu seluruh garis pantai Roi telah dikuasai Marinir, termasuk memblokir jalan bagi musuh untuk masuk dari Namur.
      Jika 23 Marine Battalion di Roi menghadapi perlawanan relatif ringan di pantai pendaratan, maka lain halnya dengan 24th Battalion yang menyerbu Namur. Tank-tank yang didaratkan belum-belum sudah menghadapi parit-parit anti tank di pantai, sehingga mereka tidak dapat maju secepat seperti direncanakan semula. Mereka tertahan dan hanya dapat membantu infanteri dengan tembakan meriamnya. Pasukan infanteri yang didaratkan dalam gelombang pertama pun mengalami kesulitan mengenali tanda-tanda di kawasan pantai yang sudah mereka pelajari sebelumnya. Ini disebabkan oleh hancur dan berubahnya kondisi serta wajah pantai sebagai akibat bombardermen dahsyat sebelumnya. Karena itu kemajuan gerak mereka pun terhambat.
 Sebuah tank ringan M3 Marinir jadi korban 
serangan infanteri Jepang di Namur