Sabtu, 09 April 2011

Kemenangan atas Kwajalein dan Eniwetok


      1 Februari 1944, Pasukan dari 7th Army Division yang ditugaskan menguasai Kwajalein di ujung Selatan atol, masih bertempur untuk menghabisi pasukan Jepang yang bertahan. Tentara AD yang lebih berhati-hati dalam gerakannya baru dapat menguasai pulau ini  pada 4 februari. Dalam operasi ini,pasukan AD dibantu tembakan meriam kapal perang dari jarak dekat, hanya beberapa ratus meter dari pantai. Di pulau ini Jepang membangun landasan untuk pesawat pengebom, namun belum sempat dirampungkan. Sekitar 450 km Tenggara Atol Kwajalein, terdapat Atol Majuro yang tidak dipertahankan Jepang. Padahal laguna atol ini yang panjangnya 40 km dengan lebar hampir 10 km, ideal untuk dijadikan pangkalan AL. Karena itulah AS langsung memanfaatkannya sebagai pangkalan terdepan bagi satuan armada kapal induk cepatnya pimpinan Laksda Marc Mitscher.
 Pasukan dari 7th Army Division mendarat di Pantai Atol Kwajalein

      Dengan dikuasai Atol Kwajalein, maka pertempuran di kepulauan Marshall bagian tengah berakhir sudah. Meskipun pertempuran ini memakan waktu lebih lama daripada di Tarawa dan Makin, namun jumlah korban tewas di pihak pasukan Amerika lebih sedikit. Jika di Tarawa lebih dari 1.000 pasukan Marinir terbunuh, maka perebutan Atol Kwajalein memakan korban 372 pasukan Amerika tewas dari sekitar 41.000 pasukan yang dikerahkan merebut Atol Kwajalein. Padahal perlawanan Jepang di Kwajalein tak kalah sengitnya dengan lebih dari 7.500 pasukannya tewas. Hanya sekitar 100 tentara Jepang yang membiarkan diri tertawan, ditambah 165 orang Korea.

 
  Pasukan dari 7th Army Division menyerang 
kubu pertahanan Jepang di Atol Kwajalein

      Berkurangnya jumlah korban amerika ini disebabkan mereka belajar dari pengalaman operasi yang berdarah-darah di Tarawa. Berbagai langkah peningkatan kemampuan dan taktik operasi diterapkan. Mulai dari bombardermen prapendaratan yang dilakukan dengan intensif, penambahan pelapisan baja dan persenjataan tank pendarat Amtrac, perbaikan manajemen koordinasi antar pasukan, hingga penggunaan kapal-kapal markas yang dirancang khusus untuk peran tersebut.
      Sasaran berikut dalam menguasai kepulauan Marshall adalah Atol Eniwetok yang terletak sekitar 500 km barat daya Kwajalein. Atol ini merupakan bagian tepi paling barat dari kepulauan Marshall. Tiga dari empat pulau utama di atol ini menjadi sasaran penyerbuan amfibi, yaitu Engebi dan Parry oleh Marinir, serta Eniwetok oleh pasukan gabungan Marinir-AD. Atol tersebut sudah dalam perencanaan untuk direbut bahkan sebelum invasi terhadap Marshall direncanakan. Laksamana Nimitz menilai Eniwetok amat penting, karena dapat dijadikan pangkalan ketika kekuatan AS bergerak ke barat, semakin mendekati wilayah Jepang sendiri.

 PETA Atol Eniwetok, Engebi dan Parry

      Sewaktu AS berhasil merebut Atol Kwajalein, mereka menemukan sejumlah dokumen dan peta pertahanan Jepang di Kepulauan Marshall. Penemuan ini amat penting, karena membuat AS mengenali seluk beluk sistem pertahanan Jepang di pulau-pulau Atol Eniwetok, termasuk kedalaman air lagunanya. Di Pulau Engebi baru rampung dibangun sebuah lapangan terbang yang belum sempat dimanfaatkan oleh Jepang. Di antara pulau-pulau Eniwetok, maka Engebi merupakan sasaran paling penting selain laguna Eniwetok sendiri yang dapat dijadikan tempat berlabuh dan berlindungnya AL Amerika.
      Setelah berhasil merebut Kwajalein, Laksamana Nimitz tidak mengirim balik armadanya ke Hawaii untuk berkonsolidasi lagi, tetapi langsung menyiapkannya untuk invasi terhadap Eniwetok pada 17 Februari. Untuk melindungi serbuan ini, dia memerintahkan Laksamana Mitscher mengirim kesembilan kapal induk cepatnya untuk menyerang pangkalan Jepang di Truk, yang termasuk dalam gugusan Kepulauan Caroline, sekitar 1.200 km barat Eniwetok.
       Pangkalan udara dan laut Jepang ini amat vital karena menampung kekuatan militer Jepang dalam jumlah besar, baik pesawat maupun kapal perang. Bahkan Armada Gabungan Jepang pun ada yang dipangkalkan di Truk. letaknya strategis, diantara Niugini (New Guinea) dengan Kepulauan Mariana. Pangkalan ini juga menampung kapal maupun pesawat yang diungsikan Laksamana Mineichi Koga dari Rabaul, tatkala AS berusaha menghancurkan Rabaul dengan serangan udara tanpa henti mulai pertengahan Desember 1943. Koga adalah pengganti Laksamana Isoroku Yamamoto sebagai Panglima Armada Gabungan. 
      Serangan udara terhadap Truk dilancarkan dengan hebat selama dua hari satu malam terus menerus oleh pesawat yang diluncurkan dari satua tugas kapal induk pimpinan Mitscher, yang disertai enam kapal tempur. Satgas 58 AL Amerika ini pun untuk pertama kalinya menggunakan radar untuk operasi malam hari. Seranga hebat ini cukup mengagetkan Jepang mengingat lokasi Kepulauan Caroline yang cukup jauh dari gugusan Marshall.
      Gempuran mendadak terhadap pangkalan penting itu mengakibatkan sekitar 250 pesawat Jepang dihancurkan di darat dan 41 kapal ditenggelamkan, diantaranya dua penjelajah dan tiga perusak. Bobot kapal yang dikirim ke dasar laut lebih dari 200.000 ton, sehingga tercatat sebagai rekor tonase kapal yang berhasil dikaramkan dalam aksi tunggal selama perang berlangsung. Dengan kerugian yang begitu besar dalam sekejap, maka kekhawatiran Amerika akan ancaman jepang terhadap operasi perebutan Eniwetok dapat disingkirkan. Sedangkan dari pihak Jepang, Truk yang dibangun diam-diam sebagai pangkalan penting, tetap dinilai strategis. Karena itu Laksamana Toga memerintahkan sisa kekuatan udaranya dikirim dari Rabaul untuk terus melindungi Truk,dengan akibat kekuatan Jepang di Niugini tidak terlindungi dari udara. Padahal mereka tengah menghadapi serbuan Jenderal Mac Arthur.
      Seperti halnya ketika merebut Kwajalein, maka sasaran pertama adalah pulau-pulau luar. Karena disitulah pusat-pusat pertahanan Jepang diposisikan. Serbuan sesuai waktu yang direncanakan, 17 Februari. Pulau Engebi merupakan sasaran pertama di Atol Eniwetok. Bombardermen dahsyat terhadap pulau ini membuat pasukan Jepang nanar. Sehingga sewaktu Marinir mendarat hanya beberapa menit setelah gempuran dari laut dihentikan, mereka pun tidak menemui perlawanan sengit. Pasukan ini didukung pesawat dan satuan Regu Demolisi Bawah Air (UDT) Marinir yang melakukan debut tempur pertamanya untuk mengamati kawasan pantai.
      Para pengemudi  Amtrac yang telah berpengalaman di Kwajalein, kini lebih tau apa yang harus mereka jalankan. Sehingga tidak terjadi lagi campur aduk pasukan dari berbagai satuan, meskipun di sana-sini masih terjadi sedikit salah lokasi dalam pendaratan. Satuan tank Marinir dengan cepat dan efektif berhasil melumpuhkan tank-tank Jepang yang telah diubah fungsinya sebagai kubu pertahanan pantai. Menjelang siang, PasukanMarinir berhasil menguasai lapangan terbang yang masih baru. Pertempuran cukup alot karena pulau ini masih banyak pohon dan semak rimbun, sehingga pasukan Marinir harus dibantu sepasang meriam serang 105mm untuk menghancurkan kubu-kubu Jepang. Sore hari pulau ini berhasil dikuasai dan dinyatakan aman.
      Di Engebi, pasukan Marinir menemukan dokumen yang mengungkapkan bahwa di kedua pulau sasaran lainnya, Pulau Parry dan Pulau Eniwetok, Jepang ternyata memiliki pasukan pertahanan yang cukup kuat. Garnisun yang ditempatkan di Eniwetok terdiri dari sekitar 800 personel yang telah berpengalaman. Mereka menempati kubu pertahanan yang dihubungkan dengan jaringan parit dan terowongan bawah tanah yang lubangnya tertutup tumbuh-tumbuhan.
 Pesawat Vought OS2U-3 dari Squadron Tempur 9 USS Essex, 
Ditembak jatuh saat serangan fajar 18 Februari atas Truk 

      Semula Brigjen (Mar) Thomas E. Watson akan mendaratkan pasukan gabungan Marinir dan AD secara bersamaan di kedua pulau. Tetapi setelah mempelajari dokumen tersebut, ia tidak berani gegabah dan mengubah rencana dengan merebutnya satu persatu. Pendaratan di Eniwetok dilakukan 19 Februari. Sekalipun telah dibom hebat, tetapi pasukan Jepang yang terlindung dalam perkubuan mereka masih mampu melakukan perlawanan sengit. Komandan pasukan AD yang menyerbu cepat menyadari kekuatan dua batalionnya tidaklah akan mampu menguasai pulau ini. Karena itu pasukan Marinir yang menyusul mendarat, ditugaskan menyapu barat daya pulau bersama batalion AD.
       Mereka bergerak setelah senja, dibantu peluru-peluru sinar yang ditembakkan dari meriam-meriam. Namun laju mereka tidak sama, karena Marinir maju lebih cepat. Rasa optimis mampu segera menyudahi perlawanan musuh ternyata tidak tercapai, karena pasukan Jepang memasuki celah antara kedua pasukan Amerika tersebut. Serangan oleh Jepang yang terpojok itu tidak mudah dipatahkan. Namun Jepang juga tidak berhasil mengusir pasukan Amerika yang gigih mempertahankan posisinya. Akhirnya serangan Jepang gagal, dan esoknya seharian penuh pasukan Amerika terus maju menguasai bagian barat daya Pulau Eniwetok. Pulau ini baru berhasil dikuasai sepenuhnya sehari kemudian, 21 Februari, setelah batalion AD berhasil mengamankan paruh timur laut Eniwetok
      Perebutan Pulau Parry juga tidak selancar seperti yang diperhitungkan semula. Pasukan yang ditugaskan menguasai pulau ini umumnya sudah pernah bertugas di Engebi dan Eniwetok. Mereka sudah letih. Batalion mereka baik AD maupun Marinir telah kehilangan anggota dalam operasi sebelumnya, dan hingga kinipun belum tergantikan. Mereka juga mengeluhkan senjata yang mereka anggap kurang berdaya ofensif. Mereka menginginkan senapannya diganti dengan M1 dan BAR.
      Pada 22 Februari pasukan ini mendarat di pantai Parry bagian barat laut yang diselimuti asap dan debu akibat bombardermen sebelumnya. Pemandanganpun jadi tak jelas, sehingga banyak pasukan yang tidak yakin apakah mereka sudah mendarat di tempat yang benar atau melenceng ke tempat lain. Akibatnya pasukan sering tercampur, sehingga mengurangi efektifitas bertempurnya. Perlawanan pasukan Jepang juga sengit sekali, sehingga Pulau Parry benar-benar menjadi neraka hari itu. Jepang sempat mengirim tiga tank untuk menahan pasukan penyerbu. Tetapi mereka kalah ketika berhadapan langsung dengan tank-tank medium Marinir.
 Pasukan Marinir menyuplai air minum kepada sekelompok kecil 
orang yang terselamatkan dari pertempuran Pulau Parry

      Tatkala malam mulai tiba, maka serangan dihentikan untuk meniadakan atau mengurangi kemungkinan tembak-menembak tak sengaja di antara sesama pasukan sendiri. Keadan dinyatakan telah dikuasai meskipun disadari pasukan Jepang di pulau ini belum sepenuhnya tertangani. Penembak runduk Jepang malam itu masih beraksi di sana-sini, namun tidak banyak menimbulkan korban. Ketika fajar tiba, ofensif dimulai lagi sampai kubu pertahanan terakhir Jepang dilumpuhkan beberapa jam kemudian. Satu batalion AD yang semula disiagakan sebagai cadangan, diperintahkan menyapu seluruh pulau untuk menemukan sisa pasukan musuh yang mungkin masih berkeliaran. Untuk merebut ketiga pulau Eniwetok, AS kehilangan hampir 300 pasukannya, sedangkan Jepang sekitar 2.700 orang.
      Setelah merebut Eniwetok, maka AL Amerika kemudian mengirim satuan-satuan Marinir lainnya untuk menguasai sekitar 30 atol dan pulau kecil lainnya di Kepulauan Marshall. Empat atol dalam gugusan kepulauan ini yang dianggap tidak berarti, dilewati begitu saja dan dibiarkan tetap dikuasai Jepang. Sebab atol itu terisolasi dan tidak ada manfaatnya untuk diduduki.
      Dalam operasi merebut Kepulauan Marshall, pihak Amerika kehilangan sekitar 600 pasukan Marinir dan AD-nya yang tewas. Jumlah ini sekitar setengahnya saja dari jumlah korban Amerika di pantai Betio di Tarawa pada 20-23 November 1943. Ini berarti AS telah belajar banyak dari pengalaman bertempur di Tarawa, yang merupakan pertempuran yang paling berdarah. Taktik pendaratan amfibi, cara menghadapi musuh yang bertahan, peningkatan tata kelola operasi dan pasukan, semua ini dipraktikkan dalam merebut Marshall.
      Dari segi politik, berarti perebutan Marshall dalam Perang Pasifik ini untuk pertama kalinya kekuatan militer Amerika bermenduduki wilayah yang dikuasai Jepang sejak sebelum perang pecah. Dengan lain kata, kulit luar kekaisaran Jepang sendiri kini mulai terjamah oleh musuhnya, sehingga tak mustahil musuh akan dapat masuk ke bagian-bagian lain yang lebih dalam lagi. Begitu Marshall dikuasai, Nimitz dan Spruance langsung merancang serbuan terhadap Kepulauan Mariana, yang termasuk lingkar dalam, inner ring dari pertahanan Jepang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar