Jumat, 15 April 2011

Merebut Tinian

      Keberhasilan merebut Saipan memberi kesempatan Marinir untuk berisitirahat sejenak dan melakukan reorganisasi di pulau itu. Kondisi"damai" ini cuma berlangsung tak lebih dari dua minggu sebelum akhirnya para petinggi Marinir memutuskan untuk kembali mengerakkan personelnya untuk menguasai wilayah yang terletak tepat di seberang Saipan. Keduanya cuma dipisahkan oleh Selat Saipan selebar 5,6 km yang terletak di sisi selatan Saipan.


Letak Pulau Tinian yang berseberangan dengan Saipan 
      Pulau Tinian, itulah target AS berikutnya setelah Saipan jatuh. Seperti sebelum-sebelumnya, AS tertarik menguasai Tinian lantaran di pulau ini terdapat banyak lapangan terbang (airfield). Tercatat di sini terdapat empat airfield yang layak pakai dan secara teknis bisa dipakai untuk menampung armada bomber AS. Setiap lapangan terbang diberi nama berdasarkan nomor. Dimulai dari posisi paling utara yaitu Airfield Number 1 dan berturut-turut ke arah Selatan adalah Airfield Number 2, 3, dan 4.
      Kondisi geografis yang cukup unik antara pangkalan aju dengan sasaran ini mau tak mau memicu AS untuk menggelar operasi amfibi lain daripada yang lain. Selain memakai meriam-meriam kapal untuk memperlemah posisi pertahanan serbuan juga didukung oleh tembakan artileri-artileri medan. Meriam-meriam yang merupakan gabungan antara satuan artileri Marinir dan AD AS ini ditempatkan di wilayah Cape Obiam, Barat Daya Saipan.
      Seperti biasa serbuan amfibi didahului dengan bombardermen persenjataan berat, baik itu dari meriam-meriam kapal perang maupun barisan artileri medan yang ditempatkan di Saipan. Bombardermen berlangsung selama beberapa hari. Tujuannya tak lain adalah melemahkan pertahanan lawan, memecah konsentrasi sekaligus sebagai upaya pengelabuan. Secara teknis bombardermen ini mampu mengurung aktivitas pasukan Jepang untuk menghadang serbuan. Namun tidak membuat Jepang menarik kekuatannya dari pantai yang akan dijadikan lokasi pendaratan amfibi Marinir. Bahkan upaya AS menipu lokasi pendaratan dengan menggerakkan sejumlah kapal perang ke perairan dekat Kota Tinian dan melakukan demo seolah-olah pendaratan dilakukan di tempat itu berbuah prahara. Tiga meriam pantai Jepang yang disembunyikan dalam gua-gua alam di sekitar Kota Tinian beraksi. Akibat tindakan ini sebuah battleship USS Colorado dan kapal perusak (destroyer) USS Norman Scott AL AS terkena proyektil meriam pantai Jepang kaliber 6 inci. Colorado terhantam 22 kali dan mengakibatkan 44 pelautnya tewas. kondisi serupa juga dialami Norman Scott yang diganjar enam proyektil. Tercatat ada 22 pelaut plus sang kapten kapal tewas gara-gara tembakan ini.
Kota Tinian nampak hancur paska aksi bombarderment 
      Pagi hari sekitar pukul 07.00 waktu setempat, 24 Juli 1944, serbuan amfibi dilakukan dengan melibatkan satuan dari 2nd dan 4th Marine Division. Lokasi pendaratan diberi kode White-1 dan White-2. Masalah utama datang dari rentang pantai yang begitu sempit bagi kendaraan amfibi untuk melakukan manuver. Secara teknis White-1 cuma bisa dipakai untuk mendarat empat unit Amtrac. Padahal bila merujuk pada rencana yang ada, satu lokasi pendaratan harus mampu menampung pasukan Marinir setingkat batalion dalam waktu singkat.
Senjata Jepang yang berhasil dihancurkan bombarderment sebelum pendaratan 
      Hal serupa juga datang dari White-2. Walaupun punya rentang dua kali lebih lebar ketimbang White-1, lokasi ini digunakan untuk menampung dua batalion Marinir. Kesulitan di lokasi ini masih ditambah lagi dengan adanya ranjau-ranjau anti kapal (antiboat mines) yang ditanam Jepang di pinggiran pantai. Di kemudian hari satuan zeni tempur Marinir (sea bee) memergoki lebih dari 100 buah ranjau telah ditanam.
      Sekitar pukul 07.30 pergeseran pasukan Marinir menuju White-1 dan 2 dimulai. Proses pendaratan ini dilindungi oleh 15 unit LCI (Landing-Craft Infantry) yang dipersenjatai. Dari jumlah itu, enam LCI dikerahkan ke White-1, sedang sisanya di White-2. Bermodalkan kanon kaliber 20 mm, 40 mm, serta roket-roket kaliber 4,5 inci, mereka menembaki posisi di pantai yang dicurigai masih dihuni oleh pasukan Jepang. Penembakan dilakukan sesuai dengan pergerakan kendaraan amfibi Marinir. Dimulai dari jarak 1.800 meter (sekitar 2.000 yard) sampai paling dekat dibawah 100 meter.
      Bisa dibilang pertahanan Jepang di White-1 kurang kokoh. Namun wilayah pendaratan yang begitu sempit menjadi tantangan tersendiri bagi pasukan Marinir 24th Regiment, 4th Marine Division. Gelombang pendaratan dengan Amtrac cuma diberi jeda empat menit saja sebelum mengarahkan kembali kelaut. Akibatnya banyak pasukan yang harus turun dari Amtrac di kedalaman laut lebih dari satu meter.

Marinir mendarat di pantai Tinian bersama kendaraan amfibi,
terlihat di kejauhan kapal-kapal AS melindungi pendaratan dengan artileri kapal 

      Ketika Marinir menapakkan kakinya di White-1, tanpa ampun pasukan Jepang yang bertahan di lubang-lubang persembunyian dan berhasil lolos dari bombardermen dahsyat langsung menghujani dengan mortir. Namun karena kalah jumlah maka 24th Regiment bisa dengan mudah menguasai tempat ini.
      Pertahanan Jepang yang lebih kuat justru dibangun di White-2. Di sini selain lubang-lubang pertahanan, Jepang juga membangun dua bungker model pillbox plus tebaran ranjau. Penempatan pillbox dibuat sedemikian rupa sehingga nantinya mampu mengunci laju lawan di pantai. Lagi-lagi ini menjadi bukti kalau bombardermen yang begitu dahsyat serta kegagalan tim demolisi bawah air, under-water demolition team 5 tak mampu mengeliminasi ancaman secara total.

Pasukan Jepang menyerah dan keluar dari bunker perlindungan mereka 

      Kejutan datang ketika kompi-kompi dari 25th Regiment, 4th Marine Division mulai menginjakkan kakinya di White-2. Mereka bukan mendarat di pantai berpasir yang telah ditentukan namun sedikit melenceng sehingga berhadapan dengan medan berkarang. Kesalahan di lapangan ini justru membawa hikmah tersendiri. Pasukan dari 25th Regiment melenggang tanpa mendapat perlawanan lantaran mendarat pada sisi yang tidak dijagai oleh pasukan Jepang sehingga selanjutnya bisa memotong konsentrasi pertahanan lawan. Pukul 09.30 waktu setempat seluruh kekuatan 25th Regiment sudah berada di daratan Tinian.
      Di sisi lain 2nd Battalion, 24th Regiment mampu mengatasi masalah di White-1 dan  bergerak sejauh lebih dari 1.200 m sampai pada garis pertahanan yang telah ditentukan. Garis ini berada di ujung Airfield Number 3 dan sekaligus juga memotong jalur yang menghubungkan Airfield Number 1.
      Sampai sore hari 24 Juli 1944, seluruh perlengkapan militer dan juga pasukan Marinir dengan jumlah lebih dari 15.000 personel sudah berada di daratan Tinian, Ketika operasi pendaratan dinyatakan berhasil, tercatat AS menderita korban 15 orang tewas dan 225 lainnya terluka. Angka ini akan terus terkatrol saat Jepang berusaha melakukan serangan balik yang dilakukan menjelang fajar keesokan harnya.

24 Juli, Pasukan Marinir mendarat di pantai Tinian 

      Di bawah pimpinan Kolonel Kiyochi Agata, Jepang melakukan tiga serangan untuk mengusir Marinir kembali ke laut. Serangan digelar di bawah perlindungan tembakan-tembakan mortir dan meriam lapangan yang dilancarkan satuan artileri Jepang. Serangan pertama dimulai sekitar pukul 02.00 datang dari sisi kiri (arah utara) langsung menusuk pertahanan 1st Battalion 24th Marines. Mereka bergerak secara perlahan-lahan di dalam kegelapan sampai jarak kurang dari 100 m dari titik pertahanan terdepan A Company (kompi A).

24 Juli, Kendaraan amfibi Marinir mendarat di Tinian 

      Marinir memergoki gerakan ini dan langsung menghujani gelombang serangan dengan semua persenjataan yang mereka miliki. Rifle, senapan mesin, meriam kaliber 37 mm yang melontarkan peluru jenis canister, sampai mortir yang secara efektif dipakai menghujani garis belakang gelombang serbuan. Malam yang semula gelap gulita, seketika berubah menjadi terang benderang akibat pecahan peluru suar yang dilontarkan Marinir.
      Tembakan yang gencar ternyata tak cukup membuat anak buah Agata mundur. Sebaliknya, tanpa mempedulikan banyak rekan yang berjatuhan tertembus peluru Marinir, mereka terus menekan posisi A Company. Tekanan ini sempat membuat kompi kehabisan napas  dan terpaksa mengerahkan seluruh personel yang ada. Mulai dari anggota zeni, petugas komunikasi, sampai petugas logistik, semua dikerahkan untuk menahan serangan Jepang. Mandi darah yang berlangsung selama tiga jam di sektor ini terhenti setelah lebih dari 450 orang dari sekitar 600 personel infanteri AL Jepang, tewas tertembus peluru Marinir.
      Hanya berselang setengah jam dari serangan di sisi kiri, Agata juga meluncurkan serangan menembus bagian tengah garis pertahanan antara 24th dan25th Marines dengan mengerahkan 900 pasukan infanteri. Serangan ini bisa ditangkis dengan mudah. Masih di lokasi yang sama, Agata kemudian mencoba memperbaiki kegagalan ini dengan meluncurkan serangan kedua dan ketiga ke bagian tengah pertahanan Marinir. Ketiga serangan tadi bisa dipatahkan dengan mudah.
      Serangan besar ketiga sekaligus yang terakhir dilancarkan Agata ke sisi kanan (selatan) menusuk pertahanan 23nd Marines. Beda dengan dua upaya sebelumnya, serangan yang dilakukan sekitar pukul 03.30 waktu setempat ini diluncurkan dengan menggunakan tank. Ada enam tank yang digerakkan menyusuri pinggiran pantai menuju wilayah yang dikuasai 2nd Battalion, 23rd Marines. Pergerakan elemen lapis baja ini juga diikuti oleh unsur infanteri. Sebagian pasukan infanteri Jepang bergerak dengan berjalan kaki di belakang barisan kendaraan lapis baja, tapi tak sedikit pula yang naik di atas tank.
      Walau terlindungi oleh kegelapan malam, deru mesin serta decitan rantai tank membuat Marinir dapat dengan mudah mencium gerakan ini. Lima tank Jepang bersama pasukan yang ada di atasnya langsung lumppuh akibat tembakan meriam kaliber 75mm, 37 mm dan Bazooka Marinir. Singkat cerita serangan ini bisa dipatahkan. Keberhasilan Marinir menahan serangan di sektor ini juga tak luput dari peran meriam-meriam kapal yang dipakai untuk melontarkan peluru-peluru suar.


Tank Jepang yang berhasil dilumpuhkan 

       Dua hari setelah pertama kali menapakkan kaki di Tinian, seluruh kekuatan Marinir berhasil didaratkan di pulau itu. Airfield Number 1 dapat dikuasai dengan mudah lantaran tak ada perlawanan yang berarti dari Jepang. Sebagian besar pasukan dari satuan infanteri AL Jepang telah tewas dalam serangan yang diperintahkan Agata. Sedang sisa personel lain yang kebanyakan adalah pekerja-pekerja romusa asal Korea lebih memilih untuk melarikan diri.
      Tanggal 31 Juli 1944 giliran Airfield Number 2 dan Airfield Number 4 jatuh ke tangan AS. Medan datar yang didominasi kebun tebu dan tanaman pertanian lainnya membuat gerakan Marinir dengan dukungan unsur lapis baja begitu lancar. Medan seperti ini juga membuat pasukan Jepang yang bertahan enggan untuk membangun pertahanan.
      Ganjalan berat baru datang saat dua divisi Marinir bergeser ke arah selatan. Di sini mereka berhadapan dengan gunung-gunung cadas terjal yang sangat sulit ditembus. Tentu saja kondisi seperti ini dimanfaatkan Jepang untuk membangun sistem perahanan dalam gua-gua alam. Untuk itu para prajurit Marinir dipaksa untuk melakukan pertempuran jarak dekat dari gua ke gua walau tak bisa dibilang efektif, dukungan senjata berat cukup mendukung operasi ini. Pada sejumlah kasus dibutuhkan kreativitas di lapangan. Sebagai contoh penggunaan Howitzer kaliber 75 mm untuk menghancurkan mulut-mulut gua misalnya. Untuk mengoperasikannya, meriam harus diganjal dan diberi tali penahan.
      Butuh pengorbanan besar dari Marinir untuk menguasai wilayah selatan, sebelum akhirnya Tinian dinyatakan telah dikuasai pada 1 Agustus 1944. Selama pertempuran berlangsung tercatat Marinir menderita kerugian 317 personelnya tewas sedang lebih dari 1.500 orang lainnya terluka. Sementara di pihak Jepang, korban diperkirakan mencapai 5.000 personel. Namun ini tak menandakan Tinian sudah benar-benar terbebas dari Jepang. Sejumlah satuan militer dalam jumlah kecil sempat bersembunyi sampai perang usai. Salah satunya adalah satuan di bawah pimpinan Letnan Kinichi Yamada yang baru menyerahkan diri pada 4 september 1945.
1 Agustus, Operasi pembersihan oleh pasukan Marinir 

      Selama berlangsungnya Perang Pasifik AS memakai Tinian sebagai pangkalan aju bagi armada pesawat pengebomnya.
 Personel A Company berfoto setelah berhasil merebut Tinian
       

1 komentar:

  1. Three Ton Bingo (Saraton Gold) - Titanium Wedding Bandings for Men
    Three Ton Bingo. This 4x3 fallout 76 black titanium version of the Triple Bingo (Saraton Gold) titanium teeth is a combination of two unique pieces seiko titanium watch of titanium grades equipment: a steel-bound drum titanium eyeglass frames and a brass

    BalasHapus